Skip to content

Kategori: Kisah

Kisah Abu Hurairah, Pencuri dan Ayat Kursi

Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya.

“Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,” gertak Abu Hurairah.

Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : “Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan.”

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin ? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.

Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : “Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?”

Ia mengeluh, “Ya Rasulullah, bahwa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan,” jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahwa ia kasihan kepada pencuri itu,, lalu dilepaskannya.

“Bohong dia,” kata Nabi : “Pada hala nanti malam ia akan datang lagi.”

Kerana Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan.Dan, benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kelmarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.

“Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W,” ancam Abu Hurairah, sama seperti kelmarin. Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun : “Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi.”

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan. Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawapan yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : “Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi.”

Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kelmarin itu dilepaskan begitu saja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ? “Awas!” katanya dalam hati. “Kali ini tidak akan kuberikan ampun.”

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. “Nah, benar juga, ia datang lagi,” katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-gerinya.

“Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga. Lepaskan saya,” pencuri itu memohon. Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahwa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : “Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna.”

“Kalimat-kalimat apakah itu?” Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. “Bila tuan hendak tidur, bacalah Ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi.”

Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.

Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

“Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.

“Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan,” jawab Abu Hurairah.

“Kalimat apakah itu?” tanya Nabi.

Katanya : “Kalau kamu tidur, bacalah Ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Dan ia katakan pula : “Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari.”

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, “Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta.” Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : “Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang ertemu denganmu tiap malam itu?”

“Entahlah.” Jawab Abu Hurairah.

“Itulah syaitan.”

(HR. Bukhari no. 2311)

Sumber: https://islamwiki.blogspot.com/2009/06/ayat-kursi-menjelang-tidur.html

Surat Al Humazah dan Balasan Bagi Orang Tamak

Di dalam kitab suci al-Quran, Surat Al Humazah merupakan surat urutan ke 104. Al Humazah memiliki arti pengumpat. Surat ini terdiri dari 9 ayat dan termasuk golongan Makkiyah.

Berikut terjemahan Surat Al Humazah:
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hutamah. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hutamah itu? (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.”

Jika manusia mengesampingkan akhirat dan hanya mengutamakan urusan dunia saja, manusia tersebut pasti mempunyai akhlak yang tidak baik. Surat ini menegaskan hukuman dan azab kepada golongan yang bersikap demikian. Hidupnya sibuk dengan duniawi, pangkat dan mengumpulkan harta benda saja.

Yang dimaksud dengan orang yang suka mengumpat adalah orang yang suka mencela dan menjelek-jelekkan orang lain. Menurut Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, di antara sifat humazah dan lumazah yakni hanya mengumpulkan harta benda saja, menghitung-hitungnya dan sngat tamak pada hartanya. Selain itu mereka tidak punya keinginan untuk menginfakkan sebagian harta mereka di jalan kebaikan atau yang lainnya.

Sifat tamak terhadap harta memiliki akibat yang sangat buruk, diantaranya:

  • Bakhil, yaitu kecintaan akan harta benda yang berlebihan sehingga tidak mau berbagi kepada orang lain yang lebih membutuhkan.
  • Egois, sikap mementingkan diri sendiri dan tidak pedul dengan orang lain.
  • Individualis, sikap tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan yang difikirkan hanya diri sendiri.
  • Ambisius negatif, hasrat ingin memiliki harta sebanyak-banyaknya tanpa peduli akan halal haramnya.
  • Menjadikan harta sebagai hal yang dipuja, dikejar dan diimpikan.

Balasan kepada pengumpat yang tamak adalah akan dimasukkan ke dalam neraka Hutthamah. Huttamah ialah api yang menyala atas perintah Allah. Ia akan membakar orang-orang yang lebih cinta kepada dunia dan tidak menginfakkannya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang terhindar dari sifat buruk pengumpat dan tamak serta kikir. Dan semoga kita semua selamat dari api neraka. Aamiin.

Baca juga: Puasa dan Kesehatan

Halal untuk Kami, Haram untuk Tuan

ibadah haji

Membaca kisah-kisah ulama terdahulu dapat membuat kita lebih memahami arti sebuah kebaikan. Salah satu kisah yang cukup terkenal ialah mengenai pahala ibadah Haji yang mampu menggetarkan jiwa. Berikut kisahnya.

Adalah ulama Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al Hanzhali al Marwazi, seorang ulama terkenal di Makkah yang menceritakan riwayat ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka :
“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.
“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak satupun”

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.
“Apa?” ia menangis dalam mimpinya. “Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.
“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni . Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”
“Kok bisa”
“Itu Kehendak Allah”
“Siapa orang tersebut?”
“Sa’id bin Muhafah tukang sol sepatu di kota Damsyiq (sekarang bernama Damaskus)”

Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, namun menuju kota Damaskus, Syiria.

Sesampainya di sana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah. “Ada, di tepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.

Begitu sampai di sana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh,

“Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama itu
“Betul, siapa tuan?”
“Aku Abdullah bin Mubarak”
Said pun terharu, “Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”

Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya ia pun menceritakan perihal mimpinya.

“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”
“Wah saya sendiri tidak tahu!”
“Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini.”
Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.
“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar:
Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. laa syarika laka.
Ya Allah, aku datang karena panggilanMu. Tiada sekutu bagiMu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyaanMu dan kekuasaanMu. Tiada sekutu bagiMu.

Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis
Ya allah aku rindu Mekah. Ya Allah aku rindu melihat Kabah. Ijinkan aku datang…..Ijinkan aku datang ya Allah..

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.”

“Saya sudah siap berhaji”
“Tapi anda batal berangkat haji”
“Benar”
“Apa yang terjadi?”
“Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat”
‘Suamiku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?’
‘Ya, sayang’
‘Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku.’”

“Sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya.
Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.

Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan :
‘Tidak boleh tuan.’
‘Dijual berapapun akan saya beli.’
‘Makanan itu tidak dijual, tuan.’ katanya sambil berlinang mata.

Akhirnya saya tanya kenapa?
Sambil menangis, janda itu berkata ‘daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan’, katanya.

Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?

Karena itu saya mendesaknya lagi ‘Kenapa?’
‘Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Dirumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.’

‘Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram.’

Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang. Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun
menangis. Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.

‘Ini masakan untuk mu.’
Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.
‘Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi.'”

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak kuasa menahan air mata. Beliau pun menangis seraya berkata, “Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya.”

CATATAN :
Dalam versi lain, Ulama itu adalah Hasan Al-Basyri ulama Mesir terkenal.
Namun ijma’ lebih mempercayai ulama ini bernama Abdullah bin Mubarak karena riwayatnya yang lebih jelas. Beliau lahir pada tahun 118 H/736 M.
Beliau adalah seorang ahli Hadits yang terkemuka, dan sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan,
antara lain di dalam bidang gramatika dan kesastraan. Beliau adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan
kepada orang-orang miskin. Beliau meninggal dunia di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797.
Dalam riwayat lain tukang sepatu ini bernama Ali bin Mowaffaq.

Wallahualam

Sumber:
Dari Kitab Irsyadul Ibad ila Sabiila Rasyad karangan Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz.
https://twitter.com/sayidmachmoed/status/1417715748152115203

Baca juga: Kisah Abu Hurairah, Pencuri dan Ayat Kursi

Surat Al Lahab dan Kisahnya

Sudah tahukah engkau kisah tentang Surat Al Lahab? Makna apa yang dapat kita petik dari kisah yang ada dalam surat ini? Mari kita pelajari bersama.

Surat Al Lahab merupakan surat urutan ke-111 di dalam Al-Qur’an. Surat ini terdiri dari 5 ayat dan termasuk golongan surat makkiyyah sebab turun di kota Mekkah. Nama surat ini diambil dari kata Al Lahab pada ayat ketiga yang berarti gejolak api.

Dalam surat ini mengkisahkan bahwa Abu Lahab dan isterinya tidak suka dan menentang Rasulullah SAW. Keduanya akan celaka dan mendapat balasan yang pedih. Seluruh kekayaan Abu Lahab tidak akan berguna untuk keselamatannya dan pula segala usaha-usahanya.

Abu Lahab merupakan keturunan dari suku Quraisy yang memusuhi serta menentang dakwah Rasulullah SAW dalam menyiarkan agama Islam di Makah kala itu. Abu Lahab selalu menghasud pengikut Nabi Muahammad SAW dan seluruh penduduk Mekah agar tidak ikut ajaran Nabi. Ia berusaha semaksimal mungkin dalam menghalangi dakwah nabi.

Istri Abu Lahab juga sama seperti suaminya yakni menghalang-halangi Islam dengan menyebarkan duri-duri di tempat yang akan dilewati Nabi.

Dalam Surat Al Lahab ini terdapat beberapa hikmah yang dapat kita ambil darinya, diantaranya:

1. Surat ini dapat menjadi salah satu bukti dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Ketika Allah menurunkan surat ini, Abu Lahab dan istrinya masih hidup, sementara keduanya telah divonis sebagai orang yang akan disiksa didalam api neraka, yang berarti mereka berdua tidak akan mendapat hidayah. Dan apa yang dikabarkan Allah pasti terjadi.

2. Harta benda tidak ada guna sedikitpun (untuk melindungi) seseorang dari azab Allah ketika ia melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
3. Mengganggu orang beriman tidak diperbolehkan.
4. Walaupun ada hubungan saudara tidak bermanfaat sedikitpun hubungan kekerabatan dalam pengadilan akhirat dimana Abu Lahab adalah pamannya Nabi namun ia masuk neraka.

Mudah-mudahan dengan kita mengetahui kandungan surat Al-Lahab ini akan menambah rasa tunduk kita kepada Allah dan menjadi pendorong bagi kita untuk melaksanakan ibadah dengan lebih giat.

Kisah Abu Dujana, Sahabat Nabi yang Ahli Wara’

Ini ada kisah wara dari sahabat Nabi Saw yang telah membuat Nabi Saw menitikkan airmatanya.

Pada zaman Nabi Saw, terdapat seorang sahabat nabi Saw bernama Abu Dujana yang sangat taat ibadah. Dia selalu menjalankan ibadah dengan baik diantaranya shalat shubuh berjamaah. Satu hal yang aneh setiap usai shalat shubuh bersama Nabi, Abu Dujanah selalu terburu-buru pulang tanpa menunggu pembacaan doa oleh Nabi Muhammad ketika selesai salat. Suatu Ketika, Nabi mencoba meminta klarifikasi pada Abu Dujanah ketika bertemu dengannya.

“Hai, apakah kamu ini tidak punya permintaan yang perlu kamu sampaikan pada Allah sehingga kamu tidak pernah menungguku selesai berdoa. Kenapa kamu buru-buru pulang begitu? Ada apa?” tanya Nabi Muhammad kepada Abu Dujanah.

Abu Dujanah pun menjawab, “Anu Rasulullah, saya punya satu alasan. “Apa alasanmu? Coba kamu utarakan!” Lanjut Nabi Muhammad SAW.

“Begini,” kata Abu Dujanah sambil memulai menceritakan alasannya. “Rumah kami berdampingan persis dengan rumah seorang laki-laki. Nah, di atas pekarangan rumah milik tetangga kami ini, terdapat satu pohon kurma menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami. Setiap kali ada angin bertiup di malam hari, kurma-kurma tetanggaku tersebut saling berjatuhan, mendarat di rumah kami.”

“Ya Rasul, kami keluarga orang yang tak berpunya. Anak-anakku sering kelaparan, kurang makan. Saya takut saat anak-anak kami bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena itu, setelah selesai shalat, Saya bergegas segera pulang sebelum anak-anak terbangun dari tidurnya dan memakannya. Kami kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami tersebut yang berceceran di rumah, lalu kami kembalikan kepada pemiliknya.

Satu saat, kami pernah agak terlambat pulang. saya menemukan anakku yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuannya. Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya yang ia pungut di bawah tanah tepat di rumah kami.”

Mengetahui itu, Abu Dujanah pun memasukan jari-jari tangannya ke mulut anaknya itu. dia keluarkan apa pun yang ada di mulut anaknya. Abu Dujanah mengatakan pada anaknya, “Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.” Anakku lalu menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan.

Dia katakan kembali kepada anaknya itu, ‘Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu. Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak.”

Pandangan mata Nabi Muhammad pun sontak berkaca-kaca, lalu butiran air mata mulianya mulai berderai begitu deras.

Nabi Muhammad SAW pun kemudian mencoba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksud Abu Dujanah dalam cerita yang ia sampaikan. Kemudian diketahui bahwa pohon kurma tersebut adalah milik seorang laki-laki munafik.

Tanpa basa-basi, Nabi memanggil pemilik pohon kurma tersebut untuk bertemunya. Setelah bertemu dengan pemilik pohon Nabi Muhammad lalu mengatakan, “Bisakah jika aku minta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu?

Aku akan membelinya dengan sepuluh kali lipat dari pohon kurma itu sendiri. Pohonnya terbuat dari batu zamrud berwarna biru. Disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih. Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada.” Begitu tawar Nabi Muhammad SAW.

Pria yang dikenal sebagai orang munafik ini lantas menjawab dengan tegas, “Saya tak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh tempo. Saya tidak mau menjual apa pun kecuali dengan uang kontan dan tidak pakai janji kapan-kapan.”

Lalu tiba-tiba Abu Bakar As-Shiddiq RA datang. Lantas berkata, “Ya sudah, aku beli dengan sepuluh kali lipat dari tumbuhan kurma milik Pak Fulan yang varietasnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya).”

Si munafik berkata kegirangan, “Oke, ya sudah, aku jual.”

Abu Bakar menyahut, “Bagus, aku beli.” Setelah sepakat, Abu Bakar menyerahkan pohon kurma yang sudah dibelinya dari laki-laki munafik itu kepada Abu Dujanah.

Nabi Muhammad kemudian bersabda, “Hai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Mendengar sabda Nabi ini, Abu Bakar bergembira bukan main. Begitu pula Abu Dujanah.

Setelah Pohon kurmanya di beli oleh Abu Bakar, Si laki-laki munafik inipun pulang dan berjalan mendatangi istrinya. Lalu mengisahkan kisah yang baru saja terjadi.

“Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku dapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus. Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya lebih dahulu dan buah-buahnya pun tidak akan pernah aku berikan kepada tetangga kita itu (Abu Dujanah) sedikit pun.”

Malamnya, saat si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah. Dan seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon tersebut tumbuh di atas tanah si munafik. Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Si munafik itupun keheranan. Kisah ini dari kitab I’anatuth Thâlibîn (Beirut, Lebanon, cet I, 1997, juz 3, halaman 293) karya Abu Bakar bin Muhammad Syathâ ad Dimyatîy (w. 1302 H).

https://muslim.okezone.com/read/2019/06/18/614/2067748/kisah-sahabat-nabi-abu-dujanah-dengan-pohon-kurma