Beras Merah, Potensi Lokal Sleman Kaya Manfaat

 
Pemerintah Kabupaten Sleman dalam hal ini Dinas Pertanian Perikanan dan Pengolahan Pangan telah mengembangkan salah satu produk unggulan lokal yaitu beras merah. Padi yang dianggap sebagai produk asli Sleman kini banyak ditanam di kelompok tani, salah satunya Pakem Sleman. Seorang kru TVBisnis baru-baru ini berkesempatan berbicara dengan Agus Purwoko, ketua Asosiasi Padi Pakem setempat, yang khusus menanam dan menjual berbagai varietas beras sembada merah.

Beras merah, beras lokal Pakem

“Paguyuban ini merupakan perkumpulan dari beberapa teman petani di Pakem yang berada di bawah pengawasan langsung dari lembaga tersebut,” kata Agus. Menurutnya, kawasan Pakem yang kebetulan berada di lereng Merapi memiliki potensi yang begitu besar dari segi kualitas sumber daya alam, terutama air. Selain itu, Pakem sebelumnya dikenal dengan beras lokalnya, sehingga ketika ia dan para petani di sekitarnya ditugasi mengembangkan padi varietas unggul lokal (sembada merah) menurutnya sangat menarik. “Dulu beras sembada merah itu tsempo yang terkenal ketangguhannya, tapi setelah program tanam, pendampingan bibit, entah itu hapoktan, kelompok tani atau petani sendiri, hasilnya jadi lebih lembek,” terangnya. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa ia tertarik untuk mengembangkan beras merah. Selain itu, kelebihan beras ini adalah ketika disimpan menjadi lebih merah (merah marun). Disinggung soal perbandingan beras putih, Agus menjelaskan produksi sembada merah lebih tinggi dibandingkan beras putih. “Hasil panen lebih tinggi dibandingkan dengan yang berkulit putih, apalagi bila dikombinasikan dengan pupuk kimia dan organik,” jelasnya. Agus menambahkan, untuk pengembangan lebih lanjut, pihaknya hanya menggunakan bahan organik.

Area tanam padi merah

Di Pakem sendiri, diakui Agus, sekitar 10 hektar lahan digunakan untuk budidaya padi merah. “Badan mengalokasikan lahan 200 hektare, tapi karena dampak pandemi kemarin ada yang tidak jalan,” ujarnya. Khusus untuk kabupaten, Pakem Agus menambahkan, tanah-tanah tersebut tidak berada dalam satu blok/lokasi, melainkan tersebar di beberapa bidang tanah. Meski terbatas, jumlah petani beras merah yang terus bertambah membuktikan bahwa produk tersebut diterima pasar. “Dari saya, kuatkan dulu pondasi dasarnya, jadi kalau tidak ada program, dan petani tetap menanam, maka mereka sudah kuat,” lanjutnya. Selain itu, pembeli juga peduli dan bergabung dengan Perpadi (Perhimpunan Petani dan Pengusaha Beras Indonesia). Diakui Agus, di lingkungan saat ini banyak yang mencari beras merah. Karena dari segi manfaat kesehatan, beras ini dianggap cocok untuk penderita diabetes. “Dari sisi petani, masih banyak yang belum yakin akan hal ini, padahal faktanya beras ini memang dibutuhkan oleh banyak orang,” lanjutnya.
Dari segi produksi, beras Sembada merah tidak berbeda dengan varietas lain (putih). Syarat perawatan dan penanaman sama, bedanya saat ini sembada merah ditanam pada musim tanam ke-2 (MT 2). “Kenapa ditanam di MT 2 karena petani takut kalau ditanam di MT 1 padinya rusak ditiup angin,” imbuhnya. Diharapkan kepada dinas atau tenaga ahli dapat menemukan solusi cara menanam beras merah di MT 1. Di akhir wawancara, Agus mengatakan rasa nasi merah sendiri akan terasa asing bagi orang yang belum terbiasa. “Saran saya kalau baru mencicipi bisa dicampur (merah putih) dulu, karena kalau langsung jadi merah semua akan terasa aneh,” jelasnya. (dia_)